Senin, 06 Desember 2021

Latihan Dasar Jurnalis

 

Etika Wawancara Narasumber dalam Reportase



Wawancara menjadi bagian penting dalam repostase atau peliputan jurnalistik. Jurnalis bisa mencari dan mendapatkan data lewat wawancara narasumber yang kredibel. Wawancara bukan soal bertanya dan menjawab saja. Dalam wawancara ada etika yang harus dipatuhi seorang jurnalis.

Dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) juga disebutkan beberapa poin tentang etika wawancara, seperti pasal 2 yaitu, “Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik dan pada pasal 9, “Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.”

Wawancara yang baik dilakukan dengan cara yang baik juga. Dengan wawancara yang baik, akan mendatangkan banyak keuntungan bagi jurnalis, seperti bisa menambah informasi dan juga menambah relasi. Untuk itu, persiapan wawancara juga harus diperhatikan, seperti:

Melakukan riset kecil untuk mengetahui latar belakang narasumber. Selain itu menggali keterkaitan narasumber dengan informasi yang hendak dicari, jurnalis juga bisa membangun kedekatan dengan narasumber.

Untuk wawancara yang terencana, jurnalis harus membuat daftar pertanyaan yang akan ditanyakan saat wawancara. Ini akan membantu jurnalis mengarahkan narasumber dalam menjawab agar tidak melebar.

Kesiapan fisik dan mental yang baik. Ketika hendak berangkat wawancara, jangan lupa untuk menjaga kesehatan dan penampilan. Dengan kondisi yang baik, akan membangun suasana wawancara menyenangkan dengan narasumber.

Selain tips persiapan wawancara di atas, jurnalis juga harus menerapkan etika wawancara sesuai dengan jenis wawancara yang dilakukan. Misalnya, wawancara langsung, baik tatap muka maupun lewat telepon, wawancara doorstop atau wawancara saat konferensi pers. Jurnalis harus mampu menempatkan diri saat wawancara tanpa harus kehilangan tujuan utamanya. Berikut etika yang harus diperhatikan jurnalis saat wawancara:

Etika Wawancara Langsung

Wawancara langsung bisa dilakukan dengan tatap muka, atau lewat sambungan telepon. Sebelum melakukan wawancara, jurnalis harus mencari narasumber yang relevan dengan isu yang akan ditanyakan. Setelah menemukan narasumber yang pas, segera hubungi dengan cara yang sopan, salah satunya lewat email atau pesan singkat. Jangan lupa untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu sebelum menyampaikan tujuan.

Saat menghubungi narasumber, pastikan dengan bahasa yang sopan dan jelas. Setelah itu, lakukan lobbying untuk menentukan waktu dan tempat wawancara. Jika sudah ada kesepakatan, pastikan untuk datang tepat waktu.

Etika wawancara juga dibutuhkan saat sudah melakukan wawancara. Pastikan untuk tidak memotong penjelasan narasumber, tapi jika terpaksa harus memotong, lakukanlah dengan sopan dan tidak menyinggung. Jurnalis juga harus menghormati jawaban dan privasi narasumber. Jangan langsung membantah jawaban narasumber jika tidak setuju. Lakukan dengan sesopan mungkin.

Etika Wawancara Press Conference

Tak jauh berbeda dari wawancara langsung, etika wawancara saat konferensi pers juga harus memperhatikan kesopanan. Sebelum datang ke konferensi pers, pastikan Anda sudah memahami isu yang akan disampaikan. Riset kecil juga diperlukan agar jurnalis mampu mengulik lebih dalam mengenai isu terkait.

Sedangkan saat menyampaikan pertanyaan, jangan lupa untuk menyebutkan nama dan asal media. Setelah itu, sampaikan pertanyaan dengan singkat dan jelas. Saat sesi tanya jawab, jurnalis akan dipersilakan bertanya, namun terkadang dibatasi karena masalah waktu. Jika itu terjadi, jangan ngotot untuk terus bertanya.

Etika Wawancara Doorstop

Wawancara cegat atau doorstop, kerap dilakukan dalam kondisi genting. Walau begitu, jurnalis tidak boleh melupakan etika wawancara yang baik. Jika memang memerlukan wawancara doorstop, jurnalis harus mempersiapkan diri, tak hanya pertanyaan tapi juga fisik, karena harus berdesakan dengan rekan media lain.

Saat hendak bertanya, jurnalis bisa langsung menanyakan pertanyaan kepada narasumber tanpa harus memperkenalkan diri. Asalkan, jurnalis sudah menunjukkan identitasnya dengan ID Card atau atribut pers lainnya. Sampaikan pertanyaan dengan singkat, jelas dan padat.

Selain etika wawancara tersebut, ada beberapa hal yang juga harus diperhatikan saat wawancara, yaitu merekam dan mencatat poin penting saat wawancara. Jika narasumber meminta off the record, jurnalis harus menghormatinya. Jangan lupa juga etika jurnalisme harus dijaga, yakni akurasi, independensi, objekivitas, berimbang, dan mementingkan kepentingan publik. Berikut prinsip inti jurnalisme yang harus dianut dan dikembangkan oleh seorang jurnalis, menurut Committee of Concerned Journalist:

Jurnalisme adalah pada kebenaran.

Loyalitas pada masyarakat.

Disiplin melakukan verifikasi.

Memiliki kebebasan untuk menentukan sumber yang diliput.

Mengemban tugas bebas dari kekuasaan.

Menyediakan forum untuk kritik dan komentar publik.

Membuat yang penting menjadi menarik dan relevan.

Menjaga berita proporsional dan konprehensif.

Memiliki kewajiban utama terhadap suara hatinya.

Satu lagi yang harus diingat jurnalis ketika melakukan wawancara, yakni tidak menerima suap.

Selamat melakukan wawancara!

(Sumber: Tempo Institute)


Perencanaan peliputan dan penulisan

Dalam penulisan berita kita mengenal tiga atau kadang-kadang empat proses yang sama pentingnya, yakni reporting (pengumpulan bahan), penulisan (writing), penyuntingan (editing), dan editing bahasa. Tiga proses pertama ada di semua media, tapi tidak semua media memiliki redaktur bahasa. Ketiga proses ini akan sangat mempengaruhi hasil akhir tampilan berita yang ditulis.

Hasil pengumpulan bahan akan menentukan seberapa kaya atau seberapa lengkap berita atau tulisan kita. Penulisan menentukan mudah tidaknya berita kita dipahami pembaca dan untuk beberapa jenis tulisan: seberapa enak atau seberapa asyik tulisan tersebut. Editing akan menjaga berita atau tulisan kita mulai dari kesalahan elementer (wording), kesalahan bahan, kesalahan logika, hingga urusan norma atau etika jurnalistik.

Langkah Membuat Perencanaan

Langkah berikutnya adalah membuat perencanaan. Elemen Perencanaan meliputi; membuat latar belakang masalah, menentukan angle, menentukan narasumber, membuat daftar reportase dan pertanyaan, dan membuat rencana foto, video, atau infografis. 

Masing-masing elemen tersebut akan dibahas secara rinci pada halaman berikutnya. 

1.       Latar Belakang

Ringkaslah peristiwa, temuan, plus hasil riset menjadi narasi, bisa pendek, bisa panjang. Bagian ini sudah harus menggambarkan peristiwanya, dari berbagai sumber yang ada, termasuk dari pihak lain. Bagian ini akan memberikan kepada Anda gambaran, baik yang sudah utuh maupun yang masih sepotong-sepotong, tentang peristiwa tersebut.

Usahakan, dengan keras, Anda membuat kronologis atau timeline sebuah peristiwa atau kejadian di bagian Latar Belakang Masalah. Hal ini akan membantu Anda memahami konteks waktu, terutama untuk kejadian-kejadian yang sudah lama atau rumit.    

Membuat Daftar Reportase dan Pertanyaan

Buatlah daftar reportase apa yang akan Anda lakukan, siapa saja sumber yang bisa dikejar untuk mendapatkan gambaran sebuah peristiwa. Membuat reportase sesungguhnya sama dengan mengisi sebuah puzzle. Anda mengumpulkan informasi, keping demi keping untuk mendapatkan gambaran yang utuh mengenai sebuah kejadian. Reportase juga penting untuk merekonstruksi sebuah kejadian.

Sumber-sumber lain bisa menggenapkan informasi yang masih kurang, bisa juga memberikan informasi latar belakang (background information) atau informasi di balik sebuah peristiwa. Dalam kasus Sitti, misalnya, seorang ahli dibutuhkan untuk memperkuat atau menentang pendapatnya tentang kemungkinan sperma bisa membuat hamil seorang perempuan hamil tanpa penetrasi.  

Contoh Perencanaan

Latar Belakang Masalah:

Sebanyak 28 penyu jenis sisik dan lekang mati misterius di Pantai Teluk Sepang, Bengkulu. Ini kejadian langka. Menurut penduduk setempat, tidak pernah ada kejadian hewan di sekitar Pantai Sepang mati massal. Diduga, kematian penyu-penyu tersebut terkait dengan mulai diujicobanya PLTU Bengkulu. Selama september dan Oktober, pengelola PLTU melakukan uji coba dan diduga mereka membuang air bahang, air laut yang dipakai untuk mendinginkan ketel uap PLTU, ke laut tanpa izin.

Angle:

Benarkah limbah PLTU Bengkulu penyebab penyu di Pantai Sepang mati massal? 

Narasumber:

Kementerian Lingkungan Hidup, (Fokus pada izin PLTU Bengkulu, bagaimana Amdalnya, apakah daerah yang dikenal sebagai tempat penyu bertelur tersebut dilindungi, dst.)

Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bengkulu. (Fokus pada implementasi persyaratan Amdal: apakah memiliki instalasi pengolahan limbah, apakah mereka mengamati proses pembuangan limbah, dst.)

Penduduk setempat. (Apakah yang mereka alami setelah PLTU beroperasi, bagaimana mereka melihat kehidupan penyu setelah PLTU beroperasi, benarkah limbah bahang dibuang ke laut, dst.)

LSM yang bergerak di Bengkulu yang mengamati PLTU Bengkulu. (Apakah mereka pernah melihat langsung proses pembuangan limbah PLTU, apakah ada yang ganjil, dst.)

Pengelola PLTU Bengkulu. (Lihat instalasi pengolahan limbah PLTU, amati proses pembuangan limbah air bahang, tanya soal dugaan pembuangan air bahang langsung ke laut, dst.)

Buatlah kronologis pembangunan PLTU Bengkulu, termasuk perizinannya

Rencana Foto:

Foto PLTU

Tampilan Google Maps tiga dimensi PLTU Bengkulu

Narasumber  

Rencana Infografis:

Timeline Pembangunan PLTU

Peta lokasi 

Kode Etik Jurnalistik

Perhatikan link berita di bawah ini:

Bau Mawar di Jalan Thamrin: Hak Jawab Chairawan

Link berita itu merupakan hak jawab atas pemberitaan Majalah Tempo dalam Laporan Utama berjudul: Bau Mawar di Jalan Thamrin. Tempo diminta memuat hak jawab di seluruh medianya, yakni Majalah Tempo, Koran Tempo, dan tempo.co. 
 




Kesalahan Tempo yang paling utama adalah menyebut Tim Mawar dalam judul. Mestinya ada tambahan “yang dulu disebut-sebut anggota Tim Mawar”. Selebihnya tidak ada persoalan, termasuk fakta keterlibatan bekas anggota Tim Mawar dalam kerusuhan tersebut.

Dewan Pers mestinya hanya mengabulkan satu tuntutan, yakni kesalahan penyebutan Tim Mawar karena out of context atau mencampuradukkan kondisi sekarang dengan masa lalu, yang boleh jadi tak berhubungan sama sekali.
Lihat Penjelasan
Penjelasan :
Kesalahan Tempo yang paling utama adalah menyebut Tim Mawar dalam judul. Mestinya ada tambahan “yang dulu disebut-sebut anggota Tim Mawar”. Selebihnya tidak ada persoalan, termasuk fakta keterlibatan bekas anggota Tim Mawar dalam kerusuhan tersebut.

Dewan Pers mestinya hanya mengabulkan satu tuntutan, yakni kesalahan penyebutan Tim Mawar karena out of context atau mencampuradukkan kondisi sekarang dengan masa lalu, yang boleh jadi tak berhubungan sama sekali.

Etika Media Siber

Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Keberadaan media siber di Indonesia juga merupakan bagian dari kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers.

Media siber memiliki karakter khusus sehingga memerlukan pedoman agar pengelolaannya dapat dilaksanakan secara profesional, memenuhi fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Untuk itu Dewan Pers bersama organisasi pers, pengelola media siber, dan masyarakat menyusun Pedoman Pemberitaan Media Siber sebagai berikut:

1. Ruang Lingkup :

Media Siber adalah segala bentuk media yang menggunakan wahana internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi persyaratan Undang-Undang Pers dan Standar Perusahaan Pers yang ditetapkan Dewan Pers.

Isi Buatan Pengguna (User Generated Content) adalah segala isi yang dibuat dan atau dipublikasikan oleh pengguna media siber, antara lain, artikel, gambar, komentar, suara, video dan berbagai bentuk unggahan yang melekat pada media siber, seperti blog, forum, komentar pembaca atau pemirsa, dan bentuk lain.

2. Verifikasi dan keberimbangan berita :

Pada prinsipnya setiap berita harus melalui verifikasi.

Berita yang dapat merugikan pihak lain memerlukan verifikasi pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan keberimbangan.

Ketentuan dalam butir (1) di atas dikecualikan, dengan syarat:

Berita benar-benar mengandung kepentingan publik yang bersifat mendesak;

Sumber berita yang pertama adalah sumber yang jelas disebutkan identitasnya, kredibel dan kompeten;

Subyek berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancarai;

Media memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa berita tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam kurung dan menggunakan huruf miring.

Media memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa berita tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam kurung dan menggunakan huruf miring.

Setelah memuat berita sesuai dengan butir (c), media wajib meneruskan upaya verifikasi, dan setelah verifikasi didapatkan, hasil verifikasi dicantumkan pada berita pemutakhiran (update) dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.

3. Isi Buatan Pengguna (User Generated Content)

Media siber wajib mencantumkan syarat dan ketentuan mengenai Isi Buatan Pengguna yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, yang ditempatkan secara terang dan jelas.

Media siber mewajibkan setiap pengguna untuk melakukan registrasi keanggotaan dan melakukan proses log-in terlebih dahulu untuk dapat mempublikasikan semua bentuk Isi Buatan Pengguna. Ketentuan mengenai log-in akan diatur lebih lanjut.

Dalam registrasi tersebut, media siber mewajibkan pengguna memberi persetujuan tertulis bahwa Isi Buatan Pengguna yang dipublikasikan:

Berita benar-benar mengandung kepentingan publik yang bersifat mendesak;

Tidak memuat isi bohong, fitnah, sadis dan cabul;

Tidak memuat isi yang mengandung prasangka dan kebencian terkait dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta menganjurkan tindakan kekerasan;

Tidak memuat isi diskriminatif atas dasar perbedaan jenis kelamin dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.

Media siber memiliki kewenangan mutlak untuk mengedit atau menghapus Isi Buatan Pengguna yang bertentangan dengan butir (c).

Media siber wajib menyediakan mekanisme pengaduan Isi Buatan Pengguna yang dinilai melanggar ketentuan pada butir (c). Mekanisme tersebut harus disediakan di tempat yang dengan mudah dapat diakses pengguna.

Media siber wajib menyunting, menghapus, dan melakukan tindakan koreksi setiap Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan dan melanggar ketentuan butir (c), sesegera mungkin secara proporsional selambat-lambatnya 2 x 24 jam setelah pengaduan diterima.

Media siber yang telah memenuhi ketentuan pada butir (a), (b), (c), dan (f) tidak dibebani tanggung jawab atas masalah yang ditimbulkan akibat pemuatan isi yang melanggar ketentuan pada butir (c).

Media siber bertanggung jawab atas Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan bila tidak mengambil tindakan koreksi setelah batas waktu sebagaimana tersebut pada butir (f).

4. Ralat, Koreksi, dan Hak Jawab :

Ralat, koreksi, dan hak jawab mengacu pada Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan Pedoman Hak Jawab yang ditetapkan Dewan Pers.

Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab.

Di setiap berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan waktu pemuatan ralat, koreksi, dan atau hak jawab tersebut.

Bila suatu berita media siber tertentu disebarluaskan media siber lain, maka:

Tanggung jawab media siber pembuat berita terbatas pada berita yang dipublikasikan di media siber tersebut atau media siber yang berada di bawah otoritas teknisnya;

Koreksi berita yang dilakukan oleh sebuah media siber, juga harus dilakukan oleh media siber lain yang mengutip berita dari media siber yang dikoreksi itu;

Subyek berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancarai;

Media yang menyebarluaskan berita dari sebuah media siber dan tidak melakukan koreksi atas berita sesuai yang dilakukan oleh media siber pemilik dan atau pembuat berita tersebut, bertanggung jawab penuh atas semua akibat hukum dari berita yang tidak dikoreksinya itu.

Sesuai dengan Undang-Undang Pers, media siber yang tidak melayani hak jawab dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda paling banyak Rp500.000.000 (Lima ratus juta rupiah).

5. Pencabutan Berita

Berita yang sudah dipublikasikan tidak dapat dicabut karena alasan penyensoran dari pihak luar redaksi, kecuali terkait masalah SARA, kesusilaan, masa depan anak, pengalaman traumatik korban atau berdasarkan pertimbangan khusus lain yang ditetapkan Dewan Pers.

Media siber lain wajib mengikuti pencabutan kutipan berita dari media asal yang telah dicabut.

Pencabutan berita wajib disertai dengan alasan pencabutan dan diumumkan kepada publik..

6. Iklan

Media siber wajib membedakan dengan tegas antara produk berita dan iklan.

Media siber lain wajib mengikuti pencabutan kutipan berita dari media asal yang telah dicabut.

Setiap berita/artikel/isi yang merupakan iklan dan atau isi berbayar wajib mencantumkan keterangan 'advertorial', 'iklan', 'ads', 'sponsored', atau kata lain yang menjelaskan bahwa berita/artikel/isi tersebut adalah iklan.
 

7. Hak Cipta
Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8. Pencantuman Pedoman
Media siber wajib mencantumkan Pedoman Pemberitaan Media Siber ini di medianya secara terang dan jelas.

9. Sengketa
Penilaian akhir atas sengketa mengenai pelaksanaan Pedoman Pemberitaan Media Siber ini diselesaikan oleh Dewan Pers.

Jakarta, 3 Februari 2012


Posting Komentar