Etika Wawancara Narasumber dalam Reportase
Wawancara menjadi bagian penting dalam repostase atau peliputan jurnalistik. Jurnalis bisa mencari
dan mendapatkan data lewat wawancara narasumber yang kredibel. Wawancara bukan
soal bertanya dan menjawab saja. Dalam wawancara ada etika yang harus dipatuhi
seorang jurnalis.
Dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) juga disebutkan beberapa
poin tentang etika wawancara, seperti pasal 2 yaitu, “Wartawan Indonesia
menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik dan
pada pasal 9, “Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan
pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.”
Wawancara yang baik dilakukan dengan cara yang baik juga.
Dengan wawancara yang baik, akan mendatangkan banyak keuntungan bagi jurnalis,
seperti bisa menambah informasi dan juga menambah relasi. Untuk itu, persiapan
wawancara juga harus diperhatikan, seperti:
Melakukan
riset kecil untuk mengetahui latar belakang narasumber. Selain itu menggali
keterkaitan narasumber dengan informasi yang hendak dicari, jurnalis juga bisa
membangun kedekatan dengan narasumber.
Untuk
wawancara yang terencana, jurnalis harus membuat daftar pertanyaan yang akan
ditanyakan saat wawancara. Ini akan membantu jurnalis mengarahkan narasumber
dalam menjawab agar tidak melebar.
Kesiapan
fisik dan mental yang baik. Ketika hendak berangkat wawancara, jangan lupa
untuk menjaga kesehatan dan penampilan. Dengan kondisi yang baik, akan
membangun suasana wawancara menyenangkan dengan narasumber.
Selain tips persiapan wawancara di atas, jurnalis juga harus
menerapkan etika wawancara sesuai dengan jenis wawancara yang dilakukan.
Misalnya, wawancara langsung, baik tatap muka maupun lewat telepon, wawancara
doorstop atau wawancara saat konferensi pers. Jurnalis harus mampu menempatkan
diri saat wawancara tanpa harus kehilangan tujuan utamanya. Berikut etika yang
harus diperhatikan jurnalis saat wawancara:
Etika Wawancara Langsung
Wawancara langsung bisa dilakukan dengan tatap muka, atau
lewat sambungan telepon. Sebelum melakukan wawancara, jurnalis harus mencari
narasumber yang relevan dengan isu yang akan ditanyakan. Setelah menemukan
narasumber yang pas, segera hubungi dengan cara yang sopan, salah satunya lewat
email atau pesan singkat. Jangan lupa untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu
sebelum menyampaikan tujuan.
Saat menghubungi narasumber, pastikan dengan bahasa yang
sopan dan jelas. Setelah itu, lakukan lobbying untuk menentukan waktu dan
tempat wawancara. Jika sudah ada kesepakatan, pastikan untuk datang tepat
waktu.
Etika wawancara juga dibutuhkan saat sudah melakukan
wawancara. Pastikan untuk tidak memotong penjelasan narasumber, tapi jika
terpaksa harus memotong, lakukanlah dengan sopan dan tidak menyinggung.
Jurnalis juga harus menghormati jawaban dan privasi narasumber. Jangan langsung
membantah jawaban narasumber jika tidak setuju. Lakukan dengan sesopan mungkin.
Etika Wawancara Press Conference
Tak jauh berbeda dari wawancara langsung, etika wawancara
saat konferensi pers juga harus memperhatikan kesopanan. Sebelum datang ke
konferensi pers, pastikan Anda sudah memahami isu yang akan disampaikan. Riset
kecil juga diperlukan agar jurnalis mampu mengulik lebih dalam mengenai isu
terkait.
Sedangkan saat menyampaikan pertanyaan, jangan lupa untuk
menyebutkan nama dan asal media. Setelah itu, sampaikan pertanyaan dengan
singkat dan jelas. Saat sesi tanya jawab, jurnalis akan dipersilakan bertanya,
namun terkadang dibatasi karena masalah waktu. Jika itu terjadi, jangan ngotot
untuk terus bertanya.
Etika Wawancara Doorstop
Wawancara cegat atau doorstop, kerap dilakukan dalam kondisi
genting. Walau begitu, jurnalis tidak boleh melupakan etika wawancara yang
baik. Jika memang memerlukan wawancara doorstop, jurnalis harus mempersiapkan
diri, tak hanya pertanyaan tapi juga fisik, karena harus berdesakan dengan
rekan media lain.
Saat hendak bertanya, jurnalis bisa langsung menanyakan
pertanyaan kepada narasumber tanpa harus memperkenalkan diri. Asalkan, jurnalis
sudah menunjukkan identitasnya dengan ID Card atau atribut pers lainnya.
Sampaikan pertanyaan dengan singkat, jelas dan padat.
Selain etika wawancara tersebut, ada beberapa hal yang juga
harus diperhatikan saat wawancara, yaitu merekam dan mencatat poin penting saat
wawancara. Jika narasumber meminta off the record, jurnalis harus
menghormatinya. Jangan lupa juga etika jurnalisme harus dijaga, yakni akurasi,
independensi, objekivitas, berimbang, dan mementingkan kepentingan publik.
Berikut prinsip inti jurnalisme yang harus dianut dan dikembangkan oleh seorang
jurnalis, menurut Committee of Concerned Journalist:
Jurnalisme
adalah pada kebenaran.
Loyalitas
pada masyarakat.
Disiplin
melakukan verifikasi.
Memiliki
kebebasan untuk menentukan sumber yang diliput.
Mengemban
tugas bebas dari kekuasaan.
Menyediakan
forum untuk kritik dan komentar publik.
Membuat
yang penting menjadi menarik dan relevan.
Menjaga
berita proporsional dan konprehensif.
Memiliki
kewajiban utama terhadap suara hatinya.
Satu lagi yang harus diingat jurnalis ketika melakukan
wawancara, yakni tidak menerima suap.
Selamat melakukan wawancara!
(Sumber: Tempo Institute)
Perencanaan peliputan dan penulisan
Dalam penulisan berita kita mengenal tiga atau kadang-kadang
empat proses yang sama pentingnya, yakni reporting (pengumpulan
bahan), penulisan (writing), penyuntingan (editing), dan editing bahasa.
Tiga proses pertama ada di semua media, tapi tidak semua media memiliki
redaktur bahasa. Ketiga proses ini akan sangat mempengaruhi hasil akhir
tampilan berita yang ditulis.
Hasil pengumpulan bahan akan menentukan seberapa kaya atau
seberapa lengkap berita atau tulisan kita. Penulisan menentukan mudah tidaknya
berita kita dipahami pembaca dan untuk beberapa jenis tulisan: seberapa enak
atau seberapa asyik tulisan tersebut. Editing akan menjaga berita
atau tulisan kita mulai dari kesalahan elementer (wording), kesalahan
bahan, kesalahan logika, hingga urusan norma atau etika jurnalistik.
Langkah Membuat Perencanaan
Langkah berikutnya adalah membuat perencanaan.
Elemen Perencanaan meliputi; membuat latar belakang masalah, menentukan angle,
menentukan narasumber, membuat daftar reportase dan pertanyaan, dan membuat
rencana foto, video, atau infografis.
Masing-masing elemen tersebut akan dibahas secara rinci pada
halaman berikutnya.
1.
Latar Belakang
Ringkaslah peristiwa, temuan,
plus hasil riset menjadi narasi, bisa pendek, bisa panjang. Bagian ini sudah
harus menggambarkan peristiwanya, dari berbagai sumber yang ada, termasuk dari
pihak lain. Bagian ini akan memberikan kepada Anda gambaran, baik yang sudah
utuh maupun yang masih sepotong-sepotong, tentang peristiwa tersebut.
Usahakan, dengan keras, Anda membuat kronologis atau timeline sebuah peristiwa atau kejadian di bagian Latar Belakang Masalah. Hal ini akan membantu Anda memahami konteks waktu, terutama untuk kejadian-kejadian yang sudah lama atau rumit.
Membuat Daftar Reportase dan Pertanyaan
Buatlah daftar reportase apa yang akan Anda lakukan, siapa
saja sumber yang bisa dikejar untuk mendapatkan gambaran sebuah peristiwa.
Membuat reportase sesungguhnya sama dengan mengisi sebuah puzzle. Anda
mengumpulkan informasi, keping demi keping untuk mendapatkan gambaran yang utuh
mengenai sebuah kejadian. Reportase juga penting untuk merekonstruksi sebuah
kejadian.
Sumber-sumber lain bisa menggenapkan informasi yang masih
kurang, bisa juga memberikan informasi latar belakang (background information)
atau informasi di balik sebuah peristiwa. Dalam kasus Sitti, misalnya, seorang
ahli dibutuhkan untuk memperkuat atau menentang pendapatnya tentang kemungkinan
sperma bisa membuat hamil seorang perempuan hamil tanpa penetrasi.
Contoh Perencanaan
Latar Belakang Masalah:
Sebanyak 28 penyu jenis sisik dan lekang mati misterius di
Pantai Teluk Sepang, Bengkulu. Ini kejadian langka. Menurut penduduk setempat,
tidak pernah ada kejadian hewan di sekitar Pantai Sepang mati massal. Diduga,
kematian penyu-penyu tersebut terkait dengan mulai diujicobanya PLTU Bengkulu.
Selama september dan Oktober, pengelola PLTU melakukan uji coba dan diduga
mereka membuang air bahang, air laut yang dipakai untuk mendinginkan ketel uap
PLTU, ke laut tanpa izin.
Angle:
Benarkah limbah PLTU Bengkulu penyebab penyu di Pantai
Sepang mati massal?
Narasumber:
Kementerian Lingkungan Hidup, (Fokus pada izin PLTU
Bengkulu, bagaimana Amdalnya, apakah daerah yang dikenal sebagai tempat penyu
bertelur tersebut dilindungi, dst.)
Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bengkulu. (Fokus pada
implementasi persyaratan Amdal: apakah memiliki instalasi pengolahan limbah,
apakah mereka mengamati proses pembuangan limbah, dst.)
Penduduk setempat. (Apakah yang mereka alami setelah PLTU
beroperasi, bagaimana mereka melihat kehidupan penyu setelah PLTU beroperasi,
benarkah limbah bahang dibuang ke laut, dst.)
LSM yang bergerak di Bengkulu yang mengamati PLTU Bengkulu.
(Apakah mereka pernah melihat langsung proses pembuangan limbah PLTU, apakah
ada yang ganjil, dst.)
Pengelola PLTU Bengkulu. (Lihat instalasi pengolahan limbah
PLTU, amati proses pembuangan limbah air bahang, tanya soal dugaan pembuangan
air bahang langsung ke laut, dst.)
Buatlah kronologis pembangunan PLTU Bengkulu, termasuk
perizinannya
Rencana Foto:
Foto PLTU
Tampilan Google Maps tiga dimensi PLTU Bengkulu
Narasumber
Rencana Infografis:
Timeline Pembangunan PLTU
Peta lokasi
Kode Etik Jurnalistik
Perhatikan link berita di bawah ini:
Bau Mawar di Jalan Thamrin: Hak Jawab Chairawan
Link berita itu merupakan hak jawab atas pemberitaan Majalah Tempo dalam Laporan Utama berjudul: Bau Mawar di Jalan Thamrin. Tempo diminta memuat hak jawab di seluruh medianya, yakni Majalah Tempo, Koran Tempo, dan tempo.co.
Kesalahan Tempo yang paling utama adalah menyebut Tim Mawar dalam judul. Mestinya ada tambahan “yang dulu disebut-sebut anggota Tim Mawar”. Selebihnya tidak ada persoalan, termasuk fakta keterlibatan bekas anggota Tim Mawar dalam kerusuhan tersebut.
Dewan Pers mestinya hanya mengabulkan satu tuntutan, yakni kesalahan penyebutan Tim Mawar karena out of context atau mencampuradukkan kondisi sekarang dengan masa lalu, yang boleh jadi tak berhubungan sama sekali.
Lihat Penjelasan
Kesalahan Tempo yang paling utama adalah menyebut Tim Mawar dalam judul. Mestinya ada tambahan “yang dulu disebut-sebut anggota Tim Mawar”. Selebihnya tidak ada persoalan, termasuk fakta keterlibatan bekas anggota Tim Mawar dalam kerusuhan tersebut.
Dewan Pers mestinya hanya mengabulkan satu tuntutan, yakni kesalahan penyebutan Tim Mawar karena out of context atau mencampuradukkan kondisi sekarang dengan masa lalu, yang boleh jadi tak berhubungan sama sekali.
Etika Media Siber
Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan
kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.
Keberadaan media siber di Indonesia juga merupakan bagian dari kemerdekaan
berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers.
Media siber memiliki karakter khusus sehingga memerlukan
pedoman agar pengelolaannya dapat dilaksanakan secara profesional, memenuhi
fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang
Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Untuk itu Dewan Pers bersama organisasi pers,
pengelola media siber, dan masyarakat menyusun Pedoman Pemberitaan Media Siber
sebagai berikut:
1. Ruang Lingkup :
Media Siber adalah segala bentuk media yang menggunakan
wahana internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi
persyaratan Undang-Undang Pers dan Standar Perusahaan Pers yang ditetapkan
Dewan Pers.
Isi Buatan Pengguna (User Generated Content) adalah segala
isi yang dibuat dan atau dipublikasikan oleh pengguna media siber, antara lain,
artikel, gambar, komentar, suara, video dan berbagai bentuk unggahan yang
melekat pada media siber, seperti blog, forum, komentar pembaca atau pemirsa,
dan bentuk lain.
2. Verifikasi dan keberimbangan berita :
Pada prinsipnya setiap berita harus melalui verifikasi.
Berita yang dapat merugikan pihak lain memerlukan verifikasi
pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan keberimbangan.
Ketentuan dalam butir (1) di atas dikecualikan, dengan
syarat:
Berita benar-benar mengandung kepentingan publik yang bersifat
mendesak;
Sumber berita yang pertama adalah sumber yang jelas
disebutkan identitasnya, kredibel dan kompeten;
Subyek berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui
keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancarai;
Media memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa berita
tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu
secepatnya. Penjelasan dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam
kurung dan menggunakan huruf miring.
Media memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa berita
tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu
secepatnya. Penjelasan dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam
kurung dan menggunakan huruf miring.
Setelah memuat berita sesuai dengan butir (c), media wajib
meneruskan upaya verifikasi, dan setelah verifikasi didapatkan, hasil
verifikasi dicantumkan pada berita pemutakhiran (update) dengan tautan pada
berita yang belum terverifikasi.
3. Isi Buatan Pengguna (User Generated Content)
Media siber wajib mencantumkan syarat dan ketentuan mengenai
Isi Buatan Pengguna yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang No. 40 tahun
1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, yang ditempatkan secara terang dan
jelas.
Media siber mewajibkan setiap pengguna untuk melakukan
registrasi keanggotaan dan melakukan proses log-in terlebih dahulu untuk dapat
mempublikasikan semua bentuk Isi Buatan Pengguna. Ketentuan mengenai log-in
akan diatur lebih lanjut.
Dalam registrasi tersebut, media siber mewajibkan pengguna
memberi persetujuan tertulis bahwa Isi Buatan Pengguna yang dipublikasikan:
Berita benar-benar mengandung kepentingan publik yang
bersifat mendesak;
Tidak memuat isi bohong, fitnah, sadis dan cabul;
Tidak memuat isi yang mengandung prasangka dan kebencian
terkait dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta menganjurkan
tindakan kekerasan;
Tidak memuat isi diskriminatif atas dasar perbedaan jenis
kelamin dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin,
sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.
Media siber memiliki kewenangan mutlak untuk mengedit atau
menghapus Isi Buatan Pengguna yang bertentangan dengan butir (c).
Media siber wajib menyediakan mekanisme pengaduan Isi Buatan
Pengguna yang dinilai melanggar ketentuan pada butir (c). Mekanisme tersebut
harus disediakan di tempat yang dengan mudah dapat diakses pengguna.
Media siber wajib menyunting, menghapus, dan melakukan
tindakan koreksi setiap Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan dan melanggar
ketentuan butir (c), sesegera mungkin secara proporsional selambat-lambatnya 2
x 24 jam setelah pengaduan diterima.
Media siber yang telah memenuhi ketentuan pada butir (a),
(b), (c), dan (f) tidak dibebani tanggung jawab atas masalah yang ditimbulkan
akibat pemuatan isi yang melanggar ketentuan pada butir (c).
Media siber bertanggung jawab atas Isi Buatan Pengguna yang
dilaporkan bila tidak mengambil tindakan koreksi setelah batas waktu
sebagaimana tersebut pada butir (f).
4. Ralat, Koreksi, dan Hak Jawab :
Ralat, koreksi, dan hak jawab mengacu pada Undang-Undang
Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan Pedoman Hak Jawab yang ditetapkan Dewan Pers.
Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada
berita yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab.
Di setiap berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib
dicantumkan waktu pemuatan ralat, koreksi, dan atau hak jawab tersebut.
Bila suatu berita media siber tertentu disebarluaskan media
siber lain, maka:
Tanggung jawab media siber pembuat berita terbatas pada
berita yang dipublikasikan di media siber tersebut atau media siber yang berada
di bawah otoritas teknisnya;
Koreksi berita yang dilakukan oleh sebuah media siber, juga
harus dilakukan oleh media siber lain yang mengutip berita dari media siber
yang dikoreksi itu;
Subyek berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui
keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancarai;
Media yang menyebarluaskan berita dari sebuah media siber
dan tidak melakukan koreksi atas berita sesuai yang dilakukan oleh media siber
pemilik dan atau pembuat berita tersebut, bertanggung jawab penuh atas semua
akibat hukum dari berita yang tidak dikoreksinya itu.
Sesuai dengan Undang-Undang Pers, media siber yang tidak
melayani hak jawab dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda paling banyak
Rp500.000.000 (Lima ratus juta rupiah).
5. Pencabutan Berita
Berita yang sudah dipublikasikan tidak dapat dicabut karena
alasan penyensoran dari pihak luar redaksi, kecuali terkait masalah SARA,
kesusilaan, masa depan anak, pengalaman traumatik korban atau berdasarkan
pertimbangan khusus lain yang ditetapkan Dewan Pers.
Media siber lain wajib mengikuti pencabutan kutipan berita
dari media asal yang telah dicabut.
Pencabutan berita wajib disertai dengan alasan pencabutan
dan diumumkan kepada publik..
6. Iklan
Media siber wajib membedakan dengan tegas antara produk
berita dan iklan.
Media siber lain wajib mengikuti pencabutan kutipan berita
dari media asal yang telah dicabut.
Setiap berita/artikel/isi yang merupakan iklan dan atau isi
berbayar wajib mencantumkan keterangan 'advertorial', 'iklan', 'ads',
'sponsored', atau kata lain yang menjelaskan bahwa berita/artikel/isi tersebut
adalah iklan.
7. Hak Cipta
Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
8. Pencantuman Pedoman
Media siber wajib mencantumkan Pedoman Pemberitaan Media Siber ini di medianya
secara terang dan jelas.
9. Sengketa
Penilaian akhir atas sengketa mengenai pelaksanaan Pedoman Pemberitaan Media
Siber ini diselesaikan oleh Dewan Pers.
Jakarta, 3 Februari 2012
Posting Komentar